Kamis, 17 Juli 2008

Kabinet Kejutan Gus Dur

Kabinet Rekonsiliasi masih tanda tanya. Pertarungan kubu Golkar-Poros Tengah dengan kubu PDI Perjuangan-PKB berlanjut.

Jabatan Menteri Sekretaris Negara kemungkinan dihapus,” tutur seorang pimpinan partai proreformasi. “Ini karena terlalu banyak pihak-pihak yang ngotot ingin mendudukkan orangnya di posisi itu,” sambungnya. Suara petinggi partai itu gamblang menunjukkan betapa kuat tarik-menarik berbagai kepentingan dalam proses penyusunan kabinet duet Presiden KH Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.

Sebenarnya, menurut sumber yang sangat mengetahui, semula Gus Dur sudah sepakat untuk memberi kursi Mensesneg kepada Yusril Ihza Mahendra - yang sebelumnya diplot menteri kehakiman - sebagai konsesi mundurnya Yusril pada proses pemilihan presiden, Rabu pekan lalu. Tidak hanya itu. Dalam soal susunan kabinet, Gus Dur pun sudah menyerahkannya pada kubu Poros Tengah yang jelas-jelas mengantarnya ke kursi Presiden. Kepada kubu Poros Tengah, Gus Dur malah hanya minta tiga kursi kabinet untuk Partai Kebangkitan Bangsa. Tiga kursi itu antara lain untuk Alwi Syihab yang dipercaya sebagai Menteri Luar Negeri, lalu AS Hikam sebagai Menteri Pendidikan Nasional, dan Tolchah Hasan sebagai Menteri Agama. “Sisanya, terserah sajalah,” kata sumber tersebut, menirukan Gus Dur.

Selain kepada Yusril Ihza Mahendra, Gus Dur kabarnya juga sudah berjanji mempercayakan posisi Ketua Mahkamah Agung kepada Hartono Mardjono, Ketua Partai Bulan Bintang yang juga pengacara senior. “Mas Ton, Anda saya minta menjadi Ketua Mahkamah Agung,” ujar seorang sumber lain menirukan pernyataan Gus Dur, yang disampaikan langsung ke Hartono Mardjono, dalam sebuah kesempatan pekan lalu.

Belakangan, menyusul terpilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden, ternyata muncul skenario baru. Sejumlah pihak, dengan argumen-argumen seperti hak prerogratif presiden, jangan ada politik balas budi dalam menyusun kabinet, dan seterusnya, mulai berusaha menjegal kesepakatan Gus Dur dengan Poros Tengah. Tawaran Gus Dur pada Yusril untuk kursi Menteri Sekretaris Negara, dipersoalkan. Sebuah harian di Jakarta memunculkan Alwi Syihab dan Hariadi Dharmawan sebagai Mensesneg. Sementara sumber dari kalangan Mega menyebut yang ada nanti sekretaris negara saja seperti pernah dijabat Alamsyah Ratuperwiranegara di awal Orde Baru.

Gerilya untuk memotong jalur khusus Gus Dur-Amien Rais rupanya menjadi agenda serius. Tengoklah apa yang muncul dalam Dialog Publik tentang Kabinet yang berlangsung di Jakarta Media Center, Jum’at pekan lalu. Peran kubu Poros Tengah yang telah berhasil menggolkan KH Abdurrahman Wahid sebagai presiden pun menjadi sasaran kecurigaan. “Sampai sekarang, saya sendiri tidak tahu, siapa sih Poros Tengah itu,” tutur pengamat ekonomi dari UI, Sri Mulyani.

“Kesimpulannya, kita harapkan Presiden dan Wakil Presiden, dalam menyusun kabinet ini, tidak menggunakan perspektif balas budi,” tegas Ichsanudin Noorsy, mantan anggota DPR dari Golkar yang menjadi moderator Dialog Publik itu. Bahkan, anehnya, skenario rekonsiliasi yang telah dengan sengaja menjadikan duet Gus Dur-Megawati, dalam kasus penyusunan kabinet ini juga ditolak.

Berbagai klaim yang muncul, tak pelak menyiratkan terjadinya adu kuat dalam perebutan kursi di kabinet. “PDI Perjuangan terakhir memang menuntut kursi lebih banyak,” tutur sumber GAMMA lainnya. PDIP kalau perlu lima menteri. Nama Dimyati Hartono atau Sabam Sirait yang diharapkan menjadi Menteri Dalam Negeri, lalu Kwik Kian Gie sebagai Menperindag, Meilono Soewondo sebagai Menteri Pekerjaan Umum, Laksamana Sukardi sebagai Menteri Investasi, dan Arifin Panigoro Menteri Pertambangan dan Energi pun sudah muncul di media. Dan kubu Poros Tengah dipinggirkan begitu saja. Tak satu pun PPP mendapatkan jatah.

Tapi Sukowaluyo dari PDIP membantah kubunya ingin mendominasi susunan kabinet duet Gus Dur-Megawati. “Baik Presiden maupun Wakil Presiden, saya kira pasti akan mengikutsertakan semua unsur bangsa yang mampu mengemban tugas penyelenggaraan negara secara baik. Dari fraksi manapun,” jawabnya diplomatis. Sebab, dalam hal terpilihnya Megawati sebagai wakil presiden, Sukowaluyo mengakui, “Itu adalah hasil dukungan seluruh fraksi.”

Nyatanya, perebutan kursi kabinet tengah berlangsung, dan tentu saja seru. Sabtu pekan lalu, sejumlah pimpinan partai-partai yang dihubungi GAMMA, mengaku sedang serius membahas tarik menarik penyusunan kabinet ini. Tidak adanya satu kursi pun yang diberikan oleh Gus Dur kepada PPP misalnya, menjadi perbincangan serius kubu Poros Tengah. “Teman-teman memang mempertanyakan itu,” tutur Hartono Mardjono.

Eki Syahrudin, salah seorang Ketua DPP Golkar, termasuk yang yakin duet Gus Dur-Megawati akan tetap melakukan pendekatan rekonsiliasi. “Rasanya, baik Gus Dur maupun Mega mustahil meninggalkan Golkar samasekali,” tegas Eki Syahrudin. Keyakinan Eki beralasan. Menurut sumber lain GAMMA, ketika Akbar menyatakan mundur dari pencalonan Presiden, Rabu pagi pekan lalu, soal peluang orang-orang Golkar duduk di kabinet ini kabarnya juga menjadi bahan perbincangan. “Sebagai syarat pengunduran dirinya, Habibie kepada Gus Dur sempat menitipkan delapan menteri dari Golkar,” kata si sumber. Waktu itu Gus Dur tidak menolak. “Ya terima saja,” kata si sumber menirukan Gus Dur.

Sementara perebutan tengah berlangsung, Gus Dur sendiri tampaknya sudah mulai melangkah. Jum’at pekan lalu, ia mengundang lima ekonom untuk meminta pendapat soal pembentukan dewan ekonomi nasional/DEN. Langkah ini, seperti ditulis Harian The Straits Times dari Singapura, mengikuti model Gedung Putih, Amerika Serikat. Selain dewan ekonomi, Gus Dur juga sudah berbicara dengan Wiranto tentang pembentukan Dewan Keamanan Nasional/DKN (di Amerika ada National Security Council). Dewan ini bakal dipimpin oleh Wiranto, menyusul pelepasannya dari jabatan Menhankam/ Pangab. Melalui Dewan ini, Gus Dur kabarnya bakal memberi kekuasaan cukup besar kepada Wiranto. Antara lain hak kontrol atas semua isu keamanan dan diplomatik, termasuk memelihara proses reformasi di tubuh militer. Dan ada pula Dewan yangmenangani politik yang belum dipastikan ketuanya.

Di luar ketiga dewan itu, menurut sumber GAMMA, jumlah menteri dipastikan bakal lebih ramping. Jumlah 36 menteri seperti yang lalu, akan menyusut hingga 22 menteri. Yaitu 16 menteri memimpin departemen, dan 6 menteri negara. Posisi Menteri Koordinator dan Menteri Sekretaris Negara dihapus. Sejumlah departemen juga bakal dihapus dan digabung. Ke-16 menteri teknis itu antara lain: menteri luar negeri dan perdagangan luar ngeri, menteri ekonomi dan keuangan, menteri industri-investasi-perdagangan dalam negeri-koperasi, menteri tenaga kerja, menteri pertahanan dan keamanan, menteri konstruksi dan transportasi, menteri informasi dan komunikasi, menteri maritim dan perikanan, dan menteri pariwisata, seni dan budaya.

Sementara enam menteri negara antara lain, menteri negara urusan kesehatan dan kesejahteraan rakyat, menteri urusan agama, menteri urusan pertanahan dan pemukiman, menteri negara perencanaan pembangunan nasional, dan menteri negara pemberdayaan BUMN.

Siapa saja yang bakal menduduki kursi menteri-menteri itu? Belum jelas. Golkar sebagai partai kedua terbesar semestinya mendapat jatah menteri proporsional. “Paling tidak, kami dapat jatah delapan menteri,” kata B. Aritonang dari Golkar. Misalnya, Marzuki yang jadi jembatan Golkar-PDI Perjuangan, dan juga Slamet Effendy Yusuf yang menggarap PKB. Lebih dari itu, “Gus Dur perlu memberikan kursi menteri kepada birokrat karier yang selama ini berpengalaman menjadi menteri, sekjen, dan dirjen,” Aritonang menambahkan.

Namun sejumlah nama yang disebut-sebut bakal menjadi menteri, juga belum mau mendahului proses. “Masih terlalu pagi,” tutur Yusril Ihza Mahendra, yang selama ini sudah diplot untuk Mensesneg. Yusril juga membantah telah melakukan negosiasi dengan Gus Dur. “Tidak ada tawar menawar itu. Saya mundur semata demi tegaknya ukhuwah,” kata Yusril.

Sri Mulyani, yang diperkirakan bakal menjabat Menteri Keuangan memberi jawaban senada. “Tidak ada tawaran untuk menjadi Menteri Keuangan. Karena tak ada tawaran, ya tidak ada jawaban,” tuturnya. Zarkasih Nur, salah seorang pimpinan PPP, juga enggan memberi jawaban. “Urusan saya adalah soal strategi dan Poros Tengah. Tentang bagi-bagi kekuasaan dalam kabinet, saya tidak tahu,” jawabnya. “Semua masih serba belum jelas. Gus Dur sendiri belum bisa dipegang. Pagi bilang A, sore bisa lain lagi,” tandas Hartono Mardjono, Ketua Partai Bulan Bintang, yang konon diproyeksikan bakal mengganti Sarwata sebagai Ketua Mahkamah Agung.

Yang sudah pasti adalah tiga posisi menteri yang memang dikehendaki Gus Dur untuk diberikan kepada PKB. “You tahu kan, Gus dur selama ini menghendaki Menteri Agama, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Pendidikan. Itu saja,” tutur Alwi Syihab, nominator kuat untuk Menteri Luar Negeri. “Kalau saya disebut sebagai calon kuat Menteri Luar Negeri, ya syukur alhamdulillah,” sambungnya. Selain tiga kursi itu, PKB, menurut Alwi Syihab, juga masih mengusahakan tambahan satu kursi lagi. “Untuk posisi apa dan siapa orangnya, sedang kita bicarakan,” tandasnya. Tapi orang juga sudah tahu bahwa yang disiapkan adalah Khofifah Indarparawansa.

Susunan lengkap kabinet Gus Dur kabarnya bakal diumumkan pekan ini. Kejutan tampaknya sudah melekat pada diri cucu pendiri NU ini. Nurcholish Madjid ikut memberi tamsil. “Ada empat hak Tuhan yang tidak bisa kita rencanakan. Pertama, kelahiran. Kedua, jodoh atau perkawinan. Ketiga, kematian. Dan keempat, Gus Dur.” Artinya, menurut Cak Nur, selalu ada aspek kejutan dalam diri Gus Dur. “Jadi kita tunggu saja apa kejutan itu,” tutur Cak Nur tertawa.

Di antara kejutan yang patut ditunggu itu antara lain, Gus Dur kabarnya akan menyerahkan jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan kepada orang sipil. Nama yang sudah beredar untuk jabatan itu adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sekarang, Juwono Sudarsono. Lalu, jabatan Panglima TNI, yang selama puluhan tahun dikuasai Angkatan Darat, kabarnya bakal dipercayakan pada Angkatan Laut. Siapa? Tentu saja Wakil Panglima TNI sekarang, Laksamana (TNI) Widodo AS. “Itu sesuai dengan tekad Gus Dur, membangun Indonesia sebagai negara maritim,” tutur seorang sumber. Lagipula, “untuk posisi Panglima TNI, memang kami minta dari Cilangkap,” timpal Kapuspen TNI, Mayjen (TNI) Sudradjat.

Muchlis Ainurrafik, Agus Basri, Abdul Latief Siregar, Rika Condessy, dan Julie Indahrini.

Dimuat di Majalah GAMMA, edisi 36-1 - 31-10-99

Tidak ada komentar: